Minggu, 01 Januari 2012

Sedikit Tentang Ariesta

Aku… Aku adalah Ariesta Fitriana, teman-teman biasa memanggilku Riesta, tapi keluargaku lebih suka memanggilku Fitri. Aku suka nama itu, bagiku,  Ariesta Fitriana adalah nama indah yang dihadiahkan mama papa kepadaku. Aku lahir di Jakarta 10 April 1992, di salah satu Rumah sakit swasta di Jakarta. Waktu itu Ariesta Fitriana bayi tinggal di sebuah rumah kontrakan kecil di bilangan slipi Jakarta barat. Orang tuaku bukanlah orang yang berada, mereka harus bekerja keras banting tulang untuk menghidupiku dan memberikan semua yang terbaik untukku. Aku selalu meneteskan air mata ketika mendengar cerita masa lalu, cerita dimana orang tuaku dihina, dicaci dan dimaki oleh orang-orang yang menganggapnya rendah.
Sampai pada akhirnya, perjuangan kedua orang tuaku membuahkan hasil. Kini Allah telah menitipkan suatu keindahan bagi keluargaku. Aku dan keluargaku sangat menyukuri hal itu. Terima kasih Tuhan… kau percayakan kepada kami untuk memegang amanat berhargamu, dan itu sangat berarti bagi kami.
 semua orang berharap yang terbaik untuk dirinya dan untuk orang-orang yang disayanginya, begitu juga dengan aku.
 
Kini usiaku hampir menginjak 20. Bagiku 20 tahun bukan waktu yang sebentar, dan ini harus aku syukuri dengan sebenar-benarnya syukur.
Terima kasih Tuhan… kau izinkan aku untuk merasakan indahnya kehidupan, pahit manis berbaur menjadi satu, dan keduanya laksana roda yang selalu berputar.
Kadang mata ini menangis karena bahagia, kadang menangis karena kesedihan yang aku rasakan, semua itu tetap aku syukuri, karena itu adalah pelangi hidupku.

*Sepertinya baru kemaren aku digendong mama, digendong papa, menangis karena omelan mama dan papa, tapi semua itu sudah jauh aku lalui. Aku merindukan masa-masa itu, sangat merindukan….
Entah  apa yang harus aku lakukan kepada kedua orang tua untuk membalas jasa-jasanya, untuk membayar setiap tetes keringat yang telah diperasnya, untuk membayar setiap tetes air mata yang telah jatuh karena tingkah polahku.
Mama… Papa… Aku putrimu, kini telah tumbuh dewasa, menjadi wanita yang sudah bisa merasakan indahnya dicintai dan mencintai, sudah bisa merasakan hinanya menyakiti dan disakiti.
Mama… Papa… tak ada kata yang mampu aku ucapkan untuk menunjukkkan betapa besar rasa cinta dan terima kasihku kepadamu.
Terus ingatkan aku, jika aku melakukan kesalahan, terus bimbing aku menjadi seperti yang kalian inginkan.

*Indahnya mencintai dan dicintaipun pernah aku rasakan, dan itu tidak hanya sekali.. Mulai dari Mr. S, Mr. J, Mr. A, Mr, M, Mr, U sampai akhirnya Mr. Z. Semuanya indah, semuanya berkesan, semuanya menyenangkan dan semuanya menyakitkan. (Bingung deh ahh)He..
Yah… Itulah yang aku rasakan.
Sampai akhirnya perasaanku mentok kepada sosok Mr. Z. Entah apa yang membuat aku begitu menggilainya.
Sedikit cerita, aku mulai jatuh cinta kepadanya sejak pertama melihat sosoknya di bangku kelas 1 junior hight school, “kelas 1G”, begitu kami menyebutnya. Ada yang berbeda ketika pertama kali aku melihat sosok Mr. Z. Matanya yang sipit, bibirnya yang manis dan hidungnya yang unyu-unyu membuat aku jatuh hati padanya. Hingga akhirnya aku bosan dengan perasaan ini, kenapa? Karena ia tak jua meresponku. Aku memalingkan hatiku darinya, dan menambatkan hatiku pada sosok Mr. S (Mr. S ga begitu berkesan sih, jadi aku males  untuk membahasnya)Wkwkwkw
Tapi percayakah kamu, hingga kini rasa cintaku kepada Mr. Z masih bersemayam dalam hati. Entah apa yang membuatnya begitu spesial dihatiku.
3 tahun kami menjalin hubungan asmara, bahagia, duka, tawa dan canda telah kami lalui bersama sampai akhirnya semua itu kandas di akhir 2010. Itu kerena kecerobohanku, keegoisanku dan keangkuhanku. Aku menyadari itu. Padahal dia sudah begitu sabar kepadaku.
Rasa menyesal sering kali menghampiriku, dan saat ini penyesalan itu ibarat air putih, yang setiap saat harus aku minum.
Ingin rasanya tidak lagi mengingatnya, tapi jujur…. Hati kecil ini meronta. Aku masih sangat menyayanginya, masih sangat mencintainya namun aku rasa sudah tidak ada lagi cinta dihatinya untukku. Mungkin sekarang dia sudah memiliki wanita lain dihatinya, dan itu bukan AKU.
Hua… Hua.. Hua… Lagi lagi curhat ngalor ngidul tentang dia. Sudahlah… kita tutup saja lembaran ini, toh jika Tuhan sudah menakdirkan aku dan dia berjodoh, suatu saat nanti pasti kami akan dipersatukan kembali dan semua akan indah pada waktunya. Aku yakin itu…( Amin, mudah-mudahan berjodoh) hati kecilku yang lebay berkata. He…
 
*Ini tentang adik laki-lakiku…
“Ikhsan” Begitu orang-orang biasa memanggilnya. Dimataku Ikhsan adalah ksatria yang selalu melindungiku, dia SESUATU di dalam hidupku. Dia lahir pada tanggal 11 Agustus 1998. Saat itu aku masih duduk di bangku kelas 2 SD, aku bahagia saat kelahirannya, aku begitu bangga kepadanya dan menceritakannya kepada teman-teman sekolahku. Kini ia mulai tumbuh menjadi Remaja, remaja dengan segala kelabilan sifat dan sikapnya. Dan aku harus lebih pandai menjaga sikapku karena yang aku mau adalah memberikan contoh yang baik kepadaNya.
Aku berharap kelak ia akan menjadi pribadi yang jauh lebih baik dari pada aku. Aku ingin dia menghormati kedua orang tua, menyayangi kedua orang tua seperti orang tua kami menyanyangi kami.
Ikhsanku sayang… Mba Fitri sangat mencintai kamu sayang, gunakan waktumu sebaik mungkin, kejar cita-citamu. Hormati wanita seperti kamu menghormati mama sayang. Jadilah laki-laki yang baik, laki-laki yang memuliakan wanita bukan yang menjatuhkan harga dirinya.

Adikku sayang…Kalaulah tidak karena wanita, tidak ada keindahan di dunia ini. Dunia menjadi menarik dan cantik, karena ada tangan-tangan wanita yang menyentuhnya. Yang kasar dibuatnya menjadi halus, yang berantakan dibuatnya menjadi teratur, yang kaku dibuatnya menjadi lentur, yang binal dibuatnya menjadi jinak dan yang kotor dibuatnya menjadi bersih.
Karena itu sayang… Sebelum kamu mendalami keinginan wanita, terlebih dahulu dalami hati dan perasaannya. (Ini nasihat untuk adik saya plus curahan hati yang terpendam)Bahahaha… !!!

Oke see you guys, Sampai jumpa di Tentang Ariesta yang selanjutnya. Dadaaahhh....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar